Saya ingin menyampaikan terima kasih atas kesempatan untuk menghadiri pertemuan ini yang tentunya sangat positif dan sangat memberikan harapan akan pertumbuhan dan pencapaian tujuan-tujuan kita pada hari ini dan masa datang.
Saudara-saudara  sekalian, tadi pagi secara teknis, sudah banyak berbicara tentang  harapan ekonomi Indonesia yang tentunya kita harapkan akan lebih  positif. Saya tahun ini beberapa kali ke luar negeri melihat banyak  kemajuan di banyak negara, mulai dari India, China, dan Jepang. Saya  tidak pernah sangsi bahwa kita ini seharusnya dan memang seharusnya  bekerja lebih baik supaya kita bisa lebih maju sejajar dengan banyak  negara. Saya pikir tidak banyak negara memilliki kemampuan sebaik kita.  Karena itu, pada tahun-tahun ini kita harus menyelesaikan  masalah-masalah itu. Apabila masalah-masalah itu sudah kita selesaikan,  tentu kemajuan itu akan lebih mudah kita capai. 
Krisis moneter dan perbankan terjadi 10 tahun yang lalu. Bisa kita katakan bahwa sejarah perkembangan ekonomi itu sama dengan sejarah perpolitikan. Pada tahun 1950-an sampai 1960-an politik kita itu sangat liberal, karena itu ekonomi kita terbuka juga. Waktu zaman Bung Karno politik kita mulai otoriter. Kemudian juga zaman Pak Soeharto yang mula-mula demokratis, kemudian menjadi otoriter, maka ekonomi kita juga menjadi sangat monopolitis, baik oleh negara maupun swasta. Namun, 10 tahun terakhir ini pemerintah kita sangat demokratis dan ekonomi juga sangat terbuka. Jadi selalu ada hubungannya antara politik dan kebijakan ekonomi.
Krisis moneter dan perbankan terjadi 10 tahun yang lalu. Bisa kita katakan bahwa sejarah perkembangan ekonomi itu sama dengan sejarah perpolitikan. Pada tahun 1950-an sampai 1960-an politik kita itu sangat liberal, karena itu ekonomi kita terbuka juga. Waktu zaman Bung Karno politik kita mulai otoriter. Kemudian juga zaman Pak Soeharto yang mula-mula demokratis, kemudian menjadi otoriter, maka ekonomi kita juga menjadi sangat monopolitis, baik oleh negara maupun swasta. Namun, 10 tahun terakhir ini pemerintah kita sangat demokratis dan ekonomi juga sangat terbuka. Jadi selalu ada hubungannya antara politik dan kebijakan ekonomi.
Kita  sekarang berada dalam kondisi yang sangat terbuka dan sangat bersaing.  Namun, kenapa ekonomi kita berkembang agak lambat setelah krisis  dibandingkan dengan negara-negara lain? Tentu karena kita mengerjakan  dua hal, yaitu perbaikan ekonomi, recovery  ekonomi dan sekaligus melakukan reformasi terhadap masalah-masalah  seperti demokrasi, desentralisasi, dan juga tentu keterbukaan media  secara bersamaan. Memang tidak mudah. 
Kita  juga sudah banyak membahas, banyak mengetahui bagaimana  kebijakan-kebijakan mengatasi masalah-masalah tersebut. Hampir 10 tahun  kita banyak bergelut dengan masalah-masalah politik. Secara ekonomis  kita juga kadang-kadang tidak efisien, namun demikian dewasa ini  masalah-masalah pokok itu telah banyak yang kita selesaikan. 
Pertumbuhan kita tentu sangat baik walaupun agak lamban. Ketika krisis, pertumbuhan ekonomi kita naik 2, 3, 4, 5, 6% dan tahun ini menjadi 6,3% yang kita harapkan. Soal kebijakan pemerintah kita, kita balik persoalannya, kita menentukan dulu kita mau apa. Saya mengatakan tahun depan ekonomi kita harus tumbuh minimum 7%, dan tahun berikutnya kita tumbuh minimum 8%. Itu harus kita tetapkan. Kemudian kita bekerja berdasarkan target-target itu, karena tanpa target-target itu, agak sulit kita mencapai apa yang sudah kita targetkan.
Pertumbuhan kita tentu sangat baik walaupun agak lamban. Ketika krisis, pertumbuhan ekonomi kita naik 2, 3, 4, 5, 6% dan tahun ini menjadi 6,3% yang kita harapkan. Soal kebijakan pemerintah kita, kita balik persoalannya, kita menentukan dulu kita mau apa. Saya mengatakan tahun depan ekonomi kita harus tumbuh minimum 7%, dan tahun berikutnya kita tumbuh minimum 8%. Itu harus kita tetapkan. Kemudian kita bekerja berdasarkan target-target itu, karena tanpa target-target itu, agak sulit kita mencapai apa yang sudah kita targetkan.
Kita  tidak boleh menerima nasib saja. Selama ini kita hanya menerima nasib,  pokoknya inflasi sekian, kemudian harga minyak sekian, penduduk sekian,  investasi sekian, kalau begitu kita hanya bisa tumbuh 5%. Sekarang kita  berubah, kita tentukan dulu maunya berapa, baru kita urut ke bawah dan  kita harus mencapai itu dengan segala upaya. Dan saya optimis dengan  cara tersebut, jauh lebih besar target yang harus kita capai. 
Memang bekerja dalam suasana terbuka begini tidak terlalu mudah, apa saja salah. Kadang-kadang malah kita sendiri suka mencederai keadaan kita sendiri, apa pun dianggap salah, apa pun yang dilakukan pemerintah salah. Pemerintah sekarang ini akan berjalan sesuai keyakinannya. Bahwa suatu hal dianggap benar atau tidak benar itu urusan kedua. Itu yang harus kita jalankan selama kita melangkah sesuai aturan-aturan yang ada.
Memang bekerja dalam suasana terbuka begini tidak terlalu mudah, apa saja salah. Kadang-kadang malah kita sendiri suka mencederai keadaan kita sendiri, apa pun dianggap salah, apa pun yang dilakukan pemerintah salah. Pemerintah sekarang ini akan berjalan sesuai keyakinannya. Bahwa suatu hal dianggap benar atau tidak benar itu urusan kedua. Itu yang harus kita jalankan selama kita melangkah sesuai aturan-aturan yang ada.
Nah,  apa yang sulit dalam menggerakkan ekonomi kita? Anda pengusaha, saya  juga tentu masih berpikir saya pengusaha. Mari kita berpikir, “Kenapa  kita tidak bisa tumbuh sebaik bangsa lain? Apa yang tidak kompetitif  dari kita?” Yang paling sering kita ucapkan, pertama, yang tidak  kompetitif dari kita adalah infrastruktur. Kenapa? Karena selama 10  tahun kita tidak membangun banyak jalan, kita tidak membikin banyak  pengairan, kita tidak membangun banyak airport, hampir-hampir kita hanya mengatasi tsunami dan gempa bumi yang begitu dahsyat itu. 
Yang  kedua, karena sebagian besar anggaran negara harus masuk ke sini mulai  tahun ini sampai tahun depan. Tahun depan mungkin kita kehabisan  kontraktor, kehabisan alat berat untuk membuat jalan, membuat pengairan,  dan macam–macam. Kalau tahun ini anggaran pembangunan hanya Rp 20  triliun, tahun depan kita akan mengatur kira-kira 2 kali lipatnya. Harus  kita jalankan itu dan kita mampu menjalankan itu. 
Yang  ketiga, karena bunga kita terlalu tinggi. Banyak orang mengatakan,  “Bagaimana caranya, menstabilkan moneter, ditetapkan bunga tinggi,  justru terbalik. Bunga tinggi kan akhirnya juga menyebabkan inflasi.  Karena itu, kita berusaha menurunkan bunga tersebut. Akhirnya, sekarang  bunga sudah turun. Untuk itu, target kita harus single digit. BI rate sekarang sudah single digit  sehingga kita bisa bersaing dengan negara lain. Akhir tahun ini saya  berharap setidak-tidaknya sebagian besar sudah bisa dicapai.
Berikutnya  masalah listrik. Sekarang ini kita mengajak orang untuk melakukan  investasi. Namun, listrik di Medan kurang, listrik di Jawa kurang.  Selama 10 tahun kita tidak membangun cukup listrik. Karena itulah kita  mengadakan crash program  listrik secara besar-besaran. Dibutuhkan Rp 70 triliun untuk  menyelesaikan itu dan kita selesaikan itu. Artinya sampai tahun 2009  setidak-tidaknya semua listrik ini akan selesai. 
Setelah  itu tentu masalah di luar. Apa yang dulu menghalangi kita dalam  pembangunan? Konflik di mana-mana. Sekarang, tidak ada lagi konflik, ada  riak-riak tapi itu bukan  konflik. Sejak dulu, sejak saya menjadi  Menteri, di Ambon, Poso, Kalimantan, di Timor Timur, di Aceh terjadi  konflik. Sekarang, kita bersyukur bahwa masalah ini semua sudah dapat  diselesaikan. Politik juga jauh lebih tenang, bahwa ada interpelasi itu  memang justru di situ tempatnya, biar saja di situ, jangan di luar itu. 
Saya  yakin semua masalah eksternal ini dapat kita atasi dengan baik. Untuk  dapat mengatasi dengan baik masalah politik yang merupakan masalah  fundamental dan masalah ekonomi, tentu kita harus melihat kekuatan kita.  Kekuatan kita dari sisi pertumbuhan ekonomi. Kita tahu semua,  pertumbuhan ekonomi memerlukan kesediaan dari pihak pemerintah, swasta,  dan tentu saja didukung foreign investment. Investasi pemerintah tergantung dari APBN. 
Masih  ada sisa krisis yang luar biasa, yaitu harus membayar bunga, dan juga  subsidi yang besar. Artinya, masih cukup besar, karena itu kita  menaikkan harga BBM. Walaupun harga BBM sudah dinaikkan 100% lebih,  masih besar subsidi kita. Yang harus dibayar saja kurang lebih hampir  40% dari total penerimaan negara, berupa kewajiban yang harus dibayar  seperti subsidi, beban bunga, dan cicilan utang luar negeri. 
Namun,  karena ekonomi juga terus berkembang, pajak juga naik, maka tentu  kemampuan kita untuk membiayai pembangunan itu juga lebih baik. Walaupun  persentasenya kurang dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu,  secara nominal jauh lebih baik daripada sebelumnya. Kemampuan membangun  pemerintah walaupun secara persentase masih rendah tapi secara nominal  kita harapkan tahun depan bisa mencapai Rp 200 triliun. Antara belanja  modal dan belanja barang, Rp 150 triliun dan Rp 180 triliun. Itu  memberikan gambaran bahwa kita mempunyai kemampuan yang baik untuk  mengatasi masalah-masalah investasi pemerintah. Apabila investasi itu  memberikan multiplier effect kepada dunia usaha maka saya yakin bahwa pembangunan akan terus bergulir. 
Sering  orang berkata, Jakarta ini macet dan listrik susah. Sebenarnya, tanpa  membaca statistik pun kita tahu bahwa itu adalah kemajuan. Kalau Jakarta  tidak macet, bahaya malah, artinya orang tidak bergerak di Jakarta ini,  justru ekonomi tidak bergerak. Macetnya Jakarta itu berarti terjadi  pertumbuhan ekonomi, hanya saja infrastrukturnya tidak di-manage dengan baik.
Sama  dengan listrik yang makin susah karena semua orang sudah menggunakan  AC, termasuk pabrik-pabrik. Jadi, bukan listriknya yang kurang tapi demand-nya yang naik dibandingkan supply-nya. Ini juga merupakan kesempatan bagi kita semua untuk melaksanakan pembangunan. 
Selain  itu, infrastruktur untuk jalan raya memang selama 10 tahun terakhir ini  tidak kita bangun dengan baik dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.  Kita baru mempunyai kesempatan 2-3 tahun terakhir ini untuk melaksanakan  itu semua. Dan saya yakin akan mempunyai dampak yang besar. 
Enam  bulan lalu kontrak jalan tol saja orang tidak mau melihatnya, sekarang  orang berebutan cari kontrak jalan tol untuk melaksanakan  pembangunannya. Itu memberikan rasa optimis yang sangat besar. Hari ini  bank juga berlomba untuk membiayai jalan tol. Tidak lagi seperti dulu,  memberi dorongan atau bahkan marah sekalipun,  tidak didengarkan.  Sekarang ini dengan marah, akhirnya mereka mau mengerti persoalannya,  sehingga sekarang orang berebutan kontrak jalan tol. 
Kalau  dulu banyak orang berebut cari kontrak komunikasi, sekarang orang  berebut cari kontrak jalan tol, berebut cari kontrak air minum,  berebutan cari kontrak airport  untuk dibangun hari ini. Jadi, hal ini juga merupakan tren yang sangat  bagus. Untuk kontrak listrik, juga sama, begitu IPP dibuka, semua ingin  mendapat konsensi listrik, jadi itu sebenarnya suatu kesempatan yang  besar. 
Lalu,  di mana kekuatan ekonomi Indonesia selanjutnya? Sebenarnya, kekuatan  Indonesia terletak pada kelemahan ekonomi dunia. Hari ini ekspor kita  naik terus. Apa kelemahan ekonomi dunia? Kelemahan ekonomi dunia  sederhana, energi dan komoditi yang terbatas, juga metal. 
Ada  tiga kekhawatiran dunia dan kekhawatiran dunia itu merupakan keuntungan  Indonesia. Tidak banyak negara yang mempunyai tiga hal ini. Coba kita  lihat, adakah negara yang punya energi, juga punya komoditas, dan  sekaligus punya logam atau metal utama? Dulu dunia takut akan kehabisan 3  hal ini, dan justru kita mempunyai kekayaan itu. Kita punya metal, kita  punya minyak, kita punya batubara, kaya dengan sumber alam. Ini semua  menjadi suatu kekuatan yang besar. Setiap kali kita naikkan harga minyak  satu dollar, orang ketakutan. Kita lupa sekarang sudah berapa harga  minyak di dunia, karena kita sudah stabil di antara harga itu dengan  harga baru kita.
Setiap  kenaikan subsidi dibayar oleh setiap kenaikan harga minyak. Jadi, kita  tidak lagi banyak terpengaruh oleh tempat lain. Kalau gas Natuna dan  Cepu sudah selesai,  maka kita akan kembali menikmati surplus energi,  dan tahun depan kita akan mengalami surplus energi yang lebih besar  lagi. Jadi, kita mempunyai income yang cukup besar di situ. 
Kedua,  komoditas. Kita memang bermasalah dengan minyak goreng. Namun, itu 30%  dari masalah dan 70% adalah keuntungan, karena harganya naik, yang kita  butuhkan dalam negeri adalah 30%, maka kita cocok dengan pajak ekspor.  Itu menggambarkan bahwa pertanian kita akan menjadi kekuatan. Pada saat  orang mengemukakan green economy, atau apa saja namanya yang green-green  itu, otomatis komoditas akan baik harganya. Karena itulah, ke depan  harga CPO naik, ke depan kakao naik, kopi naik, apa saja. Dengan begitu,  komoditas itu akan menjadi kekuatan ekonomi. Sulit sekali membayangkan  bahwa gula akan turun akibat bikin etanol, jagung pasti naik, karena  bikin etanol atau gasohol. Nah, itu semua adalah kemampuan kita untuk  mendapat hasil yang lebih baik. 
Jadi,  saya pikir, yang berusaha di bidang pertanian tidak akan rugi, walaupun  komoditas selamanya turun naik, selalu pada tren yang lebih tinggi. Itu  semua akan memberikan kita suatu hasil yang lebih baik. Kemudian,  apakah kehausan dunia? Kita tahu semua bahwa dunia haus metal. Apa pun  orang makan hari ini, nikel, copper, iron ore,  bauksit, mau alumina, apa saja yang sekarang dihasilkan, semua dibeli  dunia ini. Nah, tidak ada satu pun pulau kita yang tidak punya hasil  itu. Mau nikel ada di Sulawesi, mau alumina ada Sumatera, iron ore, mau bauksit, mau copper. Karena itu, kebijakan pemerintah ke depan ialah harus mempunyai added value  dalam negeri. Dalam undang–undang yang baru, kita harus mempunyai  smelter atau peleburan logam yang kuat di bidang ini. Kita tidak mau  lagi ekspor bijih, kita beri waktu 2 tahun untuk membangun smelter dalam  negeri sehingga memberikan added value.
Sekarang harga komoditi tersebut sudah ditentukan oleh seller market bukan buyer market. Kita memperbaiki kondisi internal sehingga tercapai pertumbuhan yang lebih tinggi. Dengan kondisi sosial yang stabil, dengan perbankan yang lebih agresif, dengan likuiditas yang baik, dengan tren harga dunia yang kita punyai, justru pertumbuhan akan naik terus.
Saya  pikir tidak banyak negara yang nantinya bisa menyamai optimisme  pertumbuhan kita. Kita semua sebagai pengusaha di sini, tentu, harus  mengantisipasi jauh-jauh hari karena siapa yang cepat mengambil  langkah-langkah itu, maka ia akan mendapat manfaat yang besar. 
Pemerintah akan konsisten menuju ke situ, tapi dibutuhkan back-up,  berupa pendidikan yang baik, pelatihan yang baik, diplomasi yang baik,  services yang baik, dan sebagainya. Semua itu adalah efek dari keharusan  kita untuk membangun ekonomi kita ke depan. 
Saya mengatakan kepada teman-teman di kabinet bahwa pada masa yang akan datang kita akan mempunyai angka magic  7%. Kenapa 7%? Tujuh persen itu yang akan dicapai, saya yakin bisa  dicapai tahun depan. Itu praktisnya akan mengurangi pengangguran,  kemiskinan, dan lebih menstabilkan keadaan, akan memperbaiki pendidikan.  Nantinya akan lebih mudah naik ke angka 8%, ke 9%. Namun, ada yang  bertanya apakah itu bisa dicapai? Pada zaman Pak Harto saja bisa  dicapai, masa’ zamannya harga-harga yang lebih baik dan sebagainya tidak  bisa dicapai? Kita memang masih ada beban akibat krisis, tapi secara  nominal kita lebih baik daripada masa lalu. Nah, itulah kira-kira  gambaran ke depan yang secara bersama-sama kita yakin dapat dicapai oleh  bangsa ini. 
Melihat  India dan Cina yang begitu kering, begitu tandus, dan dengan birokrasi  yang tidak lebih baik dari birokrasi kita. Saya selalu menceritakan  bahwa di India, untuk mengecat rumah saja, harus meminta izin ke wali  kota. Kenapa rumah di India banyak yang kumuh, karena untuk mengecat  rumah butuh izin yang maksimum 6 bulan baru keluar; kalau rumah biasa  perlu waktu satu tahun. Jadi tidak usah dicat saja supaya jangan ada  urusan dengan wali kota. Kita kan  tidak seperti itu. Artinya, setidak-tidaknya secara umum kita mempunyai  birokrasi yang baik daripada birokrasi di India. Kalau negara itu bisa  tumbuh 8%, 9%, masa’ kita tidak bisa. Di mana kelebihan India? Kelebihan negara itu adalah pada enterpreneurship. Apa pun yang ingin kita capai, tanpa enterpreneurship,  tidak akan terjadi karena kita sudah tidak lagi menganut otoritas  negara yang terlalu kuat di mana-mana. Walaupun, sementara ini, tren  terbesar masih BUMN. Untuk membangun infrastruktur, kita masih kembali  ke BUMN, karena itulah yang paling siap dewasa ini, apakah itu Jasa  Marga, apakah itu perusahaan negara lain, atau swasta yang kini juga  sudah mulai masuk secara besar-besaran. Kita ingin membangun  perlistrikan, ya harus PLN lagi, tapi swasta sekarang ini mengisi semua  itu dengan IPP dan sebagainya dan mulai timbul fair competition di sini.
Saya  yakin optimisme yang didasari oleh kemampuan nasional akan menjadi  kekuatan kita. Sekali lagi, kekhawatiran atau kebutuhan negara-negara  industri adalah justru menjadi kelebihan kita, itu bisnis kita. Mereka  membutuhkan apa yang kita punya. Karena itu, kita manfaatkan secara  maksimum, dengan investasi yang benar. 
Kita  tidak akan mengulangi sejarah masa lalu ketika kita mengobral dengan  harga apa adanya. Itu tidak terjadi lagi, zaman itu tidak ada lagi.  Pokoknya, kalau mau menciptakan sesuatu dengan added value di  Indonesia, maka lakukan investasi dengan betul. Pemerintah tidak akan  banyak memberikan halangan, asalkan memberikan nilai tambah employment, meningkatkan ekspor. Dengan itu saya yakin bahwa itu akan dapat kita capai.
Itu  adalah challenge kita atau tantangan kita, dan tantangan yang menurut  saya tidak sulit. Namun, yang sangat penting ialah Anda semua berlaku  sebagai  entrepreneur dan juga sebagai suatu tonggak dari semua yang kita rencanakan ini. Kemarin saya membaca, kenapa entrepreneur  di Asia Tenggara ini tidak efisien, masih sangat tergantung kepada  akses pemerintah untuk maju, tidak dengan dasar industri yang  kompetitif, atau sektor riil yang kompetitif, walaupun zamannya memang  sudah harus begitu kompetitif itu. Saya yakin dengan kemampuan Anda  semua, ini semua dapat kita laksanakan dengan sebaik-baiknya untuk masa  depan kita semua, masa depan bangsa ini. Dan yang penting juga tentu  pertumbuhan ekonomi kita secara keseluruhan. Itulah harapan saya, dan  sekali lagi terima kasih. Sekian.
Prediksi masa depan perekonomian Indonesia
Perekonomian dunia kini berada dalam super-cycle (siklus-super). Ini adalah masa pertumbuhan global historis yang tinggi, yang berlangsung satu generasi atau lebih. Super-cycleyang  ditandai dengan munculnya  pertumbuhan ekonomi yang cepat ini dinikmati  oleh negara seperti Cina, India dan Indonesia sekarang.
Ada  banyak faktor pendorong terjadinya hal ini, termasuk peningkatan  perdagangan, tingginya tingkat investasi, urbanisasi yang cepat dan  inovasi teknologi.
Dalam sejarahnya, perekonomian dunia telah dua kali menikmati super-cycle sebelumnya.  Pertama, 1870-1913, mengalami pick-up signifikan pada pertumbuhan  global. Rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia setiap tahun sebesar 2,7%,  satu persen lebih tinggi dari sebelumnya. Siklus itu dipimpin oleh  munculnya Amerika Serikat, serta munculnya peningkatan perdagangan dan  penggunaan teknologi yang lebih besar dari Revolusi Industri.
Super siklus kedua, dari 1945 hingga awal 1970-an, pertumbuhan rata-rata 5% dan ditandai oleh rekonstruksi pasca-Perang dan catch-up di  sebagian besar dunia. Ini juga ditandai oleh munculnya kelas menengah  yang besar di Barat dan negara-negara pengekspor di Asia, dipimpin oleh  Jepang. Sekarang, kita mungkin berada dalam super-cycle yang berbeda, namun dengan aspek-aspek serupa seperti dua super-cycle sebelumnya.
Bagi  orang-orang di Asia dan di seluruh dunia, muncul ide pertumbuhan  mungkin terdengar tidak biasa. Tapi bagi banyak orang di Barat, pikiran  dari Super-Cycle bukan  hal aneh mengingat masalah inilah yang dihadapi perekonomian dunia.  Faktanya,ekonomi dunia sekarang lebih dari US$62 triliun, sekitar dua  kali lipat dibandingkan satu dekade lalu, bahkan telah melampaui puncak  pra-resesi.
Selama  dua tahun terakhir, ekonomi telah rebound didorong oleh kebijakan  stimulus di Barat dan oleh pertumbuhan kuat di Timur. Memang, pasar di  negara-negara berkembang, yang merupakan sepertiga dari ekonomi dunia,  saat ini mencapai dua-pertiga pertumbuhannya. Tren ini tampaknya akan  terus berlanjut.
Pada  tahun 2030, perekonomian dunia bisa tumbuh menjadi US$308 triliun.  Proyeksi ini berarti tingkat pertumbuhan riil sebesar 3,5% untuk periode  mulai tahun 2000 — saat Super-Cycle dimulai — hingga 2030. Atau  rata-rata pertumbuhan riil sebesar 3,9% dari sekarang hingga 2030. Ini  akan menjadi kemajuan signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan 2,8%  selama 1973 hingga 2000.
Situasi  yang luar biasa tidak hanya berupa kemungkinan skala ekspansi ini,  tetapi juga ramalan yang didasarkan pada proyeksi pertumbuhan yang  terlalu berhati-hati. Misalnya, China diperkirakan akan tumbuh rata-rata  6,9% per tahun selama periode tahun 2030 dan India sebesar 9,3%.
Pada  tahun 2030, India mungkin telah menjadi ekonomi terbesar ketiga di  dunia. Selain itu, Indonesia, yang saat ini perekonomian peringkat 18  terbesar kemungkinan besar akan pindah menjadi lima terbesar dunia dalam jangka waktu dua puluh tahun saja, setelah menikmati hampir rata-rata 7% pertumbuhan selama periode tersebut.
Memang, selalu ada risiko yang dapat mempengaruhi pertumbuhan global. Super-cyclepertama  berakhir dengan pecahnya Perang Dunia Pertama, yang kedua dengan  guncangan minyak bumi diawal tahun tujuh puluhan. Namun, kali ini semoga  dunia mempunyai posisi lebih baik untuk mengatasi risiko munculnya  badan pengambil keputusan internasional dan forum kebijakan seperti G20.
Sangatlah penting menekankan bahwa super cycle bukan  berarti pertumbuhan akan terus menguat selama seluruh periode. Dalam  tiga atau empat tahun terakhir saya termasuk di antara yang paling  pesimis tentang pertumbuhan ekonomi AS. Saya masih berhati-hati karena  perekonomian AS masih akan berjuang di tahun depan dengan pertumbuhan di  bawah tren. Demikian juga Eropa dan Jepang, keduanya akan menghadapi  prospek jangka pendek yang masih lesu dengan pertumbuhan datar. Karena  itu, perkembangan akan lebih luar biasa jika Asia dapat mendorong lebih  banyak pertumbuhan mereka sendiri. Apalagi hal tersebut sangat  dibutuhkan dunia.
Tahun  depan, China akan melihat tahun pertama dari rencana lima-tahunan  ke-12. Hal ini seharusnya akan membantu pertumbuhan mereka. Namun  demikian, bank sentral China dan lainnya di seluruh Asia akan melakukan  pengetatan kebijakan untuk menahan inflasi. Pada gilirannya, hal ini  harusnya memungkinkan pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, namun dengan  tingkat yang mendekati atau bahkan di bawah yang terlihat pada tahun  ini. Jadi, dalam Super-Cycle, jelas akan ada tantangan bagi para pembuat kebijakan.
Sebagaimana  pentingnya untuk fokus pada tantangan jangka pendek, namun sangat  penting tetap melihat peluang jangka panjang. Selama Super-Cycle, kami  percaya bahwa China bisa menggantikan AS sebagai perekonomian terbesar  dunia pada 2020, jauh lebih cepat daripada yang banyak pihak  prediksikan.
Namun, dari perkiraan itu yang paling penting adalah cerita yang terjadi dibaliknya.
Tak  bisa dipungkiri, ada skala perekonomian yang tengah berkembang. Seiring  dengan pertumbuhannya, negara-negara berkembang akan memberikan  pengaruh lebih besar pada perekonomian dunia. Begitupun dengan dampak  dari pertumbuhan koridor-koridor perdagangan baru. Hampir 85% dari  populasi dunia kini semakin saling terkait melalui perdagangan, sehingga  memungkinkan  pertambahan jumlah orang yang akan berkontribusi pada  perekonomian global.
Sumber-sumber  pendanaan akan menjadi penggerak pertumbuhan yang penting, mengingat  tingginya kebutuhan investasi, khususnya di bidang infrastruktur. Lalu  ada hal lain yang saya sebut perspiration atau keringat dari makin  banyaknya jumlah orang yang bekerja dan berbelanja, dan juga kreativitas  yang makin besar atas inovasi dan teknologi.
Negara-negara  yang akan berhasil adalah negara yang paling banyak memiliki uang  tunai, komoditas dan kreativitas. Dalam beberapa tahun terakhir saya  kerap menjelaskan keadaan yang tengah terjadi sebagai New World Order,  mencerminkan pergeseran keseimbangan kekuatan ekonomi dan keuangan dari  Barat ke Timur.
Nah, di tengah pergeseran ini masih berlaku, Super-Cycle lebih  tepat mencerminkan apa yang sedang terjadi. Barat masih sangat mungkin  berhasil dengan lingkungan seperti ini, terutama jika perekonomian di  sana kreatif. Namun sudah jelas bahwa Asia akan muncul menjadi pemenang.
Kondisi masa depan
Kami berpendapat  masa depan perekonomian Indonesia mulai 2008 sangat cerah. Ini ditandai  dengan analisis ekonomi pada kuartal I 2008 yang semakin baik, dengan  penjualan berbagai perusahaan dan daya beli yang mengalami pertumbuhan  tajam terutama pada Januari-Februari 2008.
"Pada  kuartal I 2008 perekonomian akan lebih baik daripada perkiraan banyak  pihak, penjualan berbagai perusahaan bertumbuh signifikan dan  mudah-mudahan sampai Maret juga," kata salah satu pakar ekonomi  indonesia (Harinowo)
Menurut  dia, dengan potensi yang ada tersebut, maka prospek pertumbuhan ekonomi  Indonesia berpotensi meningkat tinggi, didukung dengan prediksi dari BI  tentang pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,2 persen pada 2008.
Dengan  pertumbuhan ekonomi nominal 15 persen, maka Produk Domestik Bruto (PDB)  nominal 2010 akan mencapai Rp6.000 triliun. Jadi masa depan  perekonomian Indonesia sangat cerah, katanya. Ia  mengatakan, konsumsi dan investasi akan mendorong perekonomian domestik  dengan pengembangan sumber daya alam yang ada akan mendorong ekspor  yang lebih besar. Oleh karena itu,  bila selama ini banyak pihak berpendapat telah terjadi "de-coupling"  (pemisahan) sektor finansial dan sektor riil di Indonesia, maka Harinowo  justru menilai "de-coupling" saat ini hanya tinggal mitos belaka.
Sumber : ungguh_rekso



